18 January, 2013

Konflik Palestina dan Israel "BANTAI ISRAEL"


Pertempuran abadi antara kebenaran dan keburukan. Antara kebaikan dan kejahatan. Hitam dan putih tak mungkin bersatu. Seperti cerita-cerita kepahlawan, kebenaran pasti menang. Tidak jauh beda di kehidupan nyata sekalipun. Hitam dan putih itu sungguh telah jelas. Tentunya Islamlah yang benar, dan islamlah yang berada pada posisi si putih. Selain itu hitam.
Dan katakanlah,” yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu sesuatu yang pasti lenyap.( Al-Isra’ : 81)
Permusuhan si hitam tak akan pernah berhenti sehingga si putih mengikutinya. Al-Quran telah menjelaskan lebih dulu terkait hal itu.
“…Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, seandainya mereka sanggup…” (Al-Baqarah : 217)
Salah satu dari sekian fakta yang berbicara terkait konflik atau permusuhan hitam dan putih itu adalah konflik di Palestina oleh Israel. Sampai hari ini, sampai detik ini, bahkan sampai nanti jika hal ini tidak diselesaikan secara solutif maka ini akan terus terjadi. Pembantaian, pembunuhan, penganiayaan, hujan bom dan fakta mengerikan lainnya.
اين انت؟؟ يا معشرالمسلمين!!!!
Begitulah teriakan seorang ibu muslimah yang terdokumentasikan dalam sebuah video. Di saat korban-korban terus berjatuhan, bukan hanya laki-laki dewasa tapi mereka anak kecil dan wanita pun menjadi korban dari kekejian dan kebiadaban Israel.



Sejarah Indah Pemebebasan Palestina
Daerah Yerusalem yang saat ini Israel mencaploknya dari palestina, adalah daerah yang dengan mudah ditaklukan tanpa perlawanan pada saat kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Yang tentunya merupakan kehendak Tuhan yang mengakhiri kekuasaan Byzantium.
Tapi, penaklukan kota tua ini diawali dengan perjalanan perang jihad yang panjang. Khalifah Umar memerintahkan Amr Ibn Al Ash dan Syarhabil Ibn Hasanah untuk menguasai Yerusalem. Kejadian ini terjadi pada tahun 635 M. Amr dan Syarhabil akan menuju  Yerusalem dengan membawa pasukan. Tapi, itu bukan jalan mudah. Pasalnya, mereka mesti menaklukkan terlebih dahulu beberapa daerah untuk bisa masuk ke Yerusalem.
Pasukan pun melangkah lewat area pegunungan subur dan penuh pepohonan di Golan (Jaulan). Di sini, pasukan muslim akan melewati Galileia yang ada di utara Palestina. Sama seperti Golan, wilayah ini juga sangat subur. Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki memori sejarah penting di kota ini. Dan, peperangan kecil terjadi. Pasukan yang dipimpin Amr dan Syarhabil berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Byzantium yang kala itu berkuasa. Kota-kota sepanjang Galileia mampu ditaklukkan pasukan muslim, dan penduduknya diberikan jaminan keamanan dan kepemilikan.
Rupaya strategi Umar untuk menaklukkan Yerusalem sangat cerdas. Kota ini bakal dikuasai dengan jalan pengepungan. Di lain sisi Palestina, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Muawiyah ternyata juga diutus untuk membantu menaklukkan Yerusalem. Muawiyah membawa pasukan untuk menaklukkan wilayah utara Palestina lainnya. Akhirnya Beirut, Tripoli, Sidon, Byblos, dan Latakia berhasil dikuasai. Sementara itu, Yazid menaklukkan daerah di Palestina sebelah selatan. Daerah yang berhasil dikuasai Yazid dan pasukan muslim adalah Sidon, Tyre, Acre, hingga Haifa. Usai menaklukkan Haifa, Yazid dan pasukannya bergabung dengan Amr. Dua kekuatan militer ini lantas berjalan menuju Yerusalem.
Pangeran Konstantin II, penguasa wilayah Caesarea yang ada barat Palestina, merasa gelisah dengan pergerakan pasukan Islam ke Yerusalem. Dari kota bandar yang ada di pesisir Levantina ini, Pangeran Konstantin II meminta bantuan pasukan Byzantium dari Siprus dan Konstantinopel. Padahal, kala itu, pertahanan Caesaria cukup kuat sebagai daerah kekuasaan Byzantium. Lalu, terbentuklah pasukan Byzantium di bawah komando Artavon yang harus menghadang pasukan Islam yang harus melewati daerah Caesarea untuk bisa sampai ke Yerusalem.
Tak ayal lagi, pasukan Amr dan Yazid bertemu pasukan Artavon dari Caesarea. Perang hebat pun terjadi di daerah Ajnadin. Atas izin Allah, pasukan Islam menang. Artavon lalu melarikan diri ke Yerusalem. Dari kemenangan inilah rencana penaklukan Yerusalem jadi semakin mudah. Khalifah Umar segera memerintahkan penambahan pasukan untuk mendukung Amr. Pasukan yang dipimpin Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah diminta untuk membantu setelah sebelumnya menaklukkan Suriah dan pesisir Levantina. Dan, pasukan Islam pun mengepung sepanjang kota selama musim dingin.
Rasa gentar dihadapi oleh Artavon dan Patriarch Sophronius. Patriarch adalah uskup agung gereja Yerusalem. Mereka beradu mulut. Artavon tidak ingin bila Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam. Di lain sisi, Patriarch menginginkan Yerusalem diserahkan pada pasukan Islan dengan damai. Dia yakin kedatangan pasukan Islam sebagai bentuk kehendak Tuhan. Perdebatan itu disaksikan oleh orang-orang di dalam gereja yang letaknya dalam benteng. Dan, orang-orang ini menyetujui ide Patriarch.
Lantas dikirimlah utusan gereja menemui pasukan Islam. Utusan ini menyampaikan bahwa Yerusalem akan diserahkan dengan beberapa syarat. Yaitu, penyerahan kota tidak dilakukan dengan jalan peperangan, pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju Mesir, dan Khalifah Umar diminta datang ke Yerusalem untuk serah-terima “kunci kota”.  Abu Ubaidah yang menerima utusan gereja itu menyanggupi permintaan yang ada.
Setelah kabar gembira ini disampaikan ke Umar, beliau pun segera menuju Yerusalem. Masyarakat kota ini bahkan menyiapkan arakan untuk menyambut Umar yang bagi mereka cukup disanjung sikap adilnya. Tapi, arakan ini mendadak hilang. Pasalnya, orang-orang di Yerusalem hanya melihat dua orang dan seekor unta. Salah satunya naik ke punggung unta. Sungguh, tidak tampak seperti kedatangan penguasa di zaman sekarang ini yang penuh dengan penyambutan mewah.
Penduduk kota menyangka Umarlah yang naik di punggung unta. Justru sebaliknya, yang di punggung unta adalah pengawal Umar. Ternyata mereka bergantian naik unta selama dalam perjalanan. Umar tidak egois membiarkan pengawalnya kelelahan. Kejadian ini menambah kagum penduduk Yerusalem terhadap pemimpin barunya.. Apalagi, Umar hanya memakai pakaian lusuh, bekal makanan seadanya, dan satu tikar untuk sholat.
Kemenangan Umar atas Yerusalem hingga seluruh wilayah Palestina. Yordania, pesisir Levantina,  dan Suriah, menandai berakhirnya kakuasaan Byzantium (Yunani-Romawi). Setelah dalam genggaman Islam, Palestina hidup dalam naungan pemerintahan Islam. Kabar baiknya, sekali pun sudah berada dalam kekuasaan Islam, hak-hak masyarakat non Islam tetap dilindungi. Ini berkebalikan dengan pemerintahan Zionis Israel di zaman sekarang yang melakukan pembunuhan massal penduduk Palestina untuk merebut tanah suci ini dan seluruh wilayah di sekitarnya.
Kalau kita melihat lebih jauh sejarah konflik Israel Palestine, berawal dari lahirnya Bani Israil sampai sekarang bisa dibaca di http://globalkhilafah.blogspot.com/2011/07/sejarah-konflik-israel-palestina.html#close

Palestina adalah Tanah Kharaj
Secara fiqih, tanah palestina adalah tanah yang berstatus sebagai tanah kharajiah. Tanah kharajiah adalah tanah yang diperoleh oleh daulah Islam melalui penaklukan (futuhat).
Secara fakta, tanah kharajiah yang didapatkan dengan cara penaklukan dibagi menjadi dua kondisi. Pertama, jika tanah tersebut penaklukannya disertai dengan aktivitas fisik yakni adanya kontak fisik dengan penduduk yang mendiami tanah atau wilayah tersebut, kemudian penduduk tersebut menyerah maka status tanah tersebut sampai hari kiamat merupakan tanah milik kaum muslimin. Kedua, jika penaklukan tersebut tanpa disertai adanya kontak fisik, yakni semisal penduduk wilayah tersebut menyerah tanpa sebelumnya terjadi perang maka status tanah tersebut bergantung kepada isi perjanjian.
Adapun status tanah palestina merupakan tanah yang didapatkan oleh kaum muslimin tanpa melakukan peperangan.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Hâfidz Abu Qâsim Ibnu ‘Asâkir di dalam al-Mustaqshâ fi Fadhail al-Masjid al-Aqsha, setelah menaklukkan Damsyiq beliau kemudian mengarahkan pasukannya yang dipimpin oleh Abu Ubaidah ke daerah Iliya (Palestina) dan mengepung daerah tersebut selama beberapa hari hingga penduduk negeri tersebut meminta damai kepada kaum Muslimin dengan syarat Umar bin Khattab menjumpai mereka.
Adapun isi perjanjian antara Umar bin Khattab dengan Penduduk ‘Iliyâ yang dikenal dengan perjanjian ‘Umariyah atau ‘Iliyâ adalah:
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini adalah apa yang diberikan oleh hamba Allah, Umar, amirul mukminin kepada penduduk Iliyâ di Ammân. Saya memberikan keamanan atas jiwa dan harta mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib mereka, orang-orang yang sakit dan yang tidak bersalah dan seluruh agama mereka. Gereja mereka tidak boleh ditempati dan dihancurkan, tidak boleh diambil bagiannya ataupun isinya, demikian pula dengan salib-salib dan harta mereka. Mereka tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agama mereka. Dan seorang pun dari mereka tidak boleh dimudharatkan. Dan tidak seorangpun dari orang Yahudi boleh tinggal di Iliyâ. …… (Tarikh ar-Rusul wal-Muluk: II/307).
Bertolak dari kenyataan tersebut, tanah Palestina termasuk dalam katagori ardh al-shulhi (tanah yang diperoleh melalui perundingan damai). Sedangkan status ardh al-shulhi sesuai dengan isi perjanjian yang disepakati antara pemerintahan Islam dengan penduduk negeri yang ditaklukkan. Selama tidak bertentangan dengan syara’, kaum Muslim pun wajib menaati klausul perjanjian yang telah disepakati itu. Rasulullah saw bersabda:
“Perjanjian damai itu boleh antara kaum Muslim kecuali perjanjian damai yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR Abu Dawud dan al-Tirmidzi).
Sebagai tanah Kharaj, Palestina adalah hak seluruh kaum Muslim. Khalifah Umar sendiri ketika diminta oleh Bilal, Abdurrahman bin Auf dan az-Zubair untuk membagi tanah tersebut kepada pasukan kaum Muslim sebagai ghanimah, menolak permintaan itu. Ia beralasan, jika tanah-tanah tersebut dibagi kepada pasukan yang ikut berperang, lalu bagaimana dengan kaum Muslim yang lahir setelah mereka? Padahal, surat al-Hasyr: 10 menyatakan, “Dan orang-orang yang datang setelah mereka.”  Jadi, ayat ini menegaskan bahwa tanah ini juga menjadi hak kaum Muslimin hingga Hari Kiamat sehingga tak seorang Muslim pun yang ada, kecuali dia juga mempunyai hak atas fai ini (Abu Ubaid, al-Amwal, h. 66-67).
Inilah status hukum tanah Kharaj dan status hukum yang berlaku untuk tanah Palestina. Tanah ini adalah milik kaum Muslim di seluruh dunia, bukan hanya penduduk Palestina. Tanah ini milik kaum Muslim yang ada di Saudi, Turki, Irak, Indonesia, maupun yang lain hingga Hari Kiamat. Satu-satunya yang mempunyai otoritas atas tanah-tanah tersebut adalah Khalifah kaum Muslim, bukan Presiden Palestina, Raja Yordania, Presiden Suriah, PM Libanon, Presiden Mesir ataupun penguasa-penguasa antek yang lain. Mereka tidak mewakili Islam dan kaum Muslim serta tidak mempunyai otoritas terhadap tanah-tanah tersebut. Karena itu, perjanjian apapun yang pernah mereka teken, tidak ada nilainya sedikitpun dalam pandangan hukum Islam. Dengan begitu, Palestina baik dulu, kini hingga kapan pun adalah milik kaum Muslim.
Bahkan, terhadap komplek Masjid al-Aqsha, meski penduduk Illiyah (Baitul Maqdis) diberi hak untuk menetap di sana tetapi dikecualikan dari komplek tersebut,karena itu bukan hak mereka, melainkan hak kaum Muslim (Abu Ubaid, al-Amwal, h. 169). Selain itu, dalam klausul perjanjian mereka dengan Umar, yang dikenal dengan Ahdah Umariyyah itu, dengan tegas dinyatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak boleh menetap di Baitul Maqdis (Muhammad Hamidullah, al-Watsaiq as-Siyasiyyah, h. 488). Perjanjian ini tetap berlaku hingga sekarang. Tidak pernah ada satu pun Khalifah kaum Muslim yang mengubah perjanjian tersebut. Karena itu, ketika Sultan Abd al-Hamid II, didatangi Theodore Hertzl agar mengizinkan orang-orang Yahudi untuk menetap di sana, dengan tegas sang Khalifah yang agung itu pun menolak (Muhammad Harb, Mudzakkarat Sulthan Abd al-Hamid at-Tsani, h. 55).


Palestina hari ini
NEW YORK, KOMPAS.com — Sidang Majelis Umum PBB di New York, Kamis (29/11/2012) waktu setempat, akhirnya mengakui peningkatan status Palestina sebagai negara pemantau nonanggota dari status sebelumnya sebagai entitas pemantau yang diwakili PLO. Berdasarkan hasil voting yang dilakukan, Palestina mendapat dukungan mayoritas, yakni 138 anggota majelis umum PBB. Sementara hanya 9 anggota yang menolak dan sisanya 41 anggota abstain.
Pengakuan Palestina menjadi negara merupakan bagian dari langkah usulan Amerika terhadap problem Palestina yaitu adanya dua negara merdeka di Palestina (two state solution). Usulan Amerika ini pernah ditegaskan pada tahun 2009 oleh George Mitchell (utusan khusus AS untuk Timur Tengah) usai bertemu Presiden Mesir Husni Mubarak saat itu. Mitchell menyatakan: ‘Telah menjadi kebijakan AS bahwa solusi bagi konflik Israel-Palestina adalah solusi dua negara’ (Kompas,21/04/2009)
Solusi ini berarti merupakan pengakuan terhadap keberadaan penjajah Israel di Palestina. Solusi ini bukan hanya merupakan pengkhianatan terhadap umat Islam tapi juga pengkhianatan terhadap Allah dan Rosul-Nya. Karena tanah Palestina adalah milik umat Islam, yang dibebaskan oleh Kholifah Umar bin Khottab ra. Tidak ada satu pihakpun, baik Hamas ataupun Fatah, ataupun penguasa Arab yang berhak memberikannya kepada penjajah.
Palestina hari ini masih dalam cengkraman penjajah yahudi, yang bisa melakukan apapun sekehendak hatinya dan kapan saja untuk menyerang, menghancurkan, dan melakukan pembantaian terhadap umat Islam Palestina. Karena itu, bagi Israel, pengakuan negara Palestina, tidak akan memberikan pengaruh apapun, karena tidak mengancam eksistensi mereka sebagai penjajah .
Disisi lain pada hari Minggu, tanggal 2 Desember 2012 Israel menyatakan penolakan atas keputusan sidang Majlis Umum PBB tersebut. Seperti disampaikan oleh antaranews.com yaitu :
Jerusalem (ANTARA News) - Secara resmi Israel menolak peningkatan status Palestina menjadi negara pengamat non anggota di PBB. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Minggu kemarin, mengumumkan hal itu.
Bahkan dalam Harian Yedioth Ahronoth (30/11) meremehkan pengakuan status negara Palestina dengan menyatakan : “Majelis Umum PBB, sebuah badan impoten tanpa otoritas apapun, mengeluarkan resolusi konyol dan benar-benar tidak logis yang memberikan status pengamat ke negara yang bahkan tidak ada – dan tidak akan pernah ada kecuali mencapai kesepakatan dengan Israel. Bukan dengan PBB. Dengan Israel. Tanpa persetujuan Israel tidak ada negara Palestina, terlepas dari berapa banyak negara mendukungnya di Majelis Umum”

Harapan palsu
satunews.com : Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan kepada rakyat Palestina bahwa mereka sekarang mempunyai negara setelah status Palestina di PBB ditingkatkan menjadi negara peninjau nonanggota. Ribuan pendukungnya memadati lapangan di depan kompleks kantor pemerintah Palestina di Ramallah untuk menyambut kedatangan Mahmoud Abbas dari markas PBB di New York.
"Sekarang kita mempunyai negara," kata Presiden Abbas pada Minggu (02/12).
Pengakuan palestina sebagai sebuah Negara ini, menjadi harapan palsu bagi kaum muslim saat ini. Dan apabila kita lihat dibalik presiden palestina Mahmoud Abbas yang sarat akan kepentingan stategis Barat yang tentunya tidak ada makan siang gratis maka tentu ada bayaran yang cocok sebagai makan siang Abbas dengan pengakuan tersebut, yaitu merupakan bagian dari strategi negara-negara Barat untuk mengangkat popularitas kelompok Fatah yang diwakili oleh Mahmoud Abbas. Mengingat  popularitas Abbas semakin menurun. Sementara itu, Amerika sangat membutuhkan Abbas dan kelompok Fattahnya yang sekuler untuk menjadi operator bagi kepentingan Amerika di Palestina. Lewat Abbas dan Fattahnya, Amerika menawarkan harapan semu yang  tidak berujung. Tidak hanya itu, istilah negara untuk Palestina pun patut dipertanyakan secara de facto. Mengingat Palestina saat ini sesungguhnya belumlah memiliki kedaulatan penuh layaknya sebagai sebuah negara. Keamanan belum benar-benar di tangan ‘negara’ Palestina.
Usulan two state solution merupakan gagasan dari negara Amerika. Dan beberapa negeri muslim mendukung usulan tersebut seperti Indonesia, dan Turki. Abdullah Gul, yang juga merupakan Presiden Turki mengusulkan Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) untuk mengakui eksistensi Israel. Gul juga menyatakan dukungan negaranya terhadap Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan kebijakannya.Menurutnya, usulan Obama soal pembentukan negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 merupakan sebuah langkah penting. Sikap Turki yang mendorong Hamas mengakui keberadaan Israel, tidak bisa dilepaskan dari posisi Turki yang menjadi kaki tangan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat. Tampak dari sikap Turki yang mendorong pembentukan dua negara yang berdampingan (two states solution) dan kembali pada perbatasan 1967.
Solusi ini pada prinsipnya hanya menjalankan kepentingan Amerika Serikat. Sebab two state solution berarti mengakui keberadaan negara penjajah Israel. Demikian juga kembali kepada perbatasan Palestina 1967, berarti mengakui keberadaan negara Israel yang berdiri tahun 1947.

Satu-satunya Solusi
Solusi sejatinya adalah sesuatu yang mampu menyelesaikan masalah, bukan mengurangi ataupun menunda. Dan tentu sesuatu itu akan menajdi solutif andaikan setiap masalah yang ada diurai terlebih dahulu sampai ke akarnya. Sehingga solusi yang didapatkan adalah solusi yang solutif. Mengingat hal itu maka segala bentuk solusi yang tidak mengarah kepada persoalan pokok ini yaitu mengusir keberadaan penjajah disana , bukanlah solusi yang sejati. Solusi selain ini sekedar untuk kepentingan elit politik Arab dan upaya memperpanjang penjajahan Palestina. Sekedar memberikan harapan-harapan palsu lewat perdamaian dan janji kemerdekaan semu.
Satu-satunya yang mengancam eksistensi ‘entitas’ penjajah Israel adalah bersatunya umat Islam dibawah naungan Khilafah yang akan menyerukan jihad fi sabilillah mengusir aggressor ini. Khilafah akan menyatukan negeri-negeri Islam dan menggerakkan  tentara-tentara dari Mesir, Turki, Saudi, Iraq, Pakistan, dan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan Palestina dari penjajahan. Inilah solusi sejati yang benar-benar akan menyelesaikan persoalan Palestina.

NB : takut khilafah tegak di suriah Israel serang gaza
Pergerakan untuk kebangkitan Islam dengan Khilafah tentunya adalah suatu gerakan yang tak terhentikan. Suara perjuangan dan suara kebangkitan itu hari demi hari semakin terdengar di Suriah, semoga Allah memberikan Nashrullohnya disana, Amien.
Hal ini pula yang membuat kekhawatiran dan ketakutan Barat, disaat perjuangan yang dilakukan oleh mujahidin Suriah tidak hanya menginginkan pergantian rezim, namun pergantian system lah yang dikehendakinya. Melihat pergantian rezim yang dilakukan oleh Negara-negara sebelumnya seperti Libya, Mesir, Tunisia dan lainnya tidak membuahkan hasil.
Berdirinya khilafah akan menjadi ancaman nyata bagi eksistensi penjajah Zionis, sehingga berbagai pun mereka gunakan untuk mencegah hal tersebut.
Hal itu terungkap dari pernyataan PM Israel Benyamin Netanyahu setelah melakukan inspeksi ke Dataran Tinggi Golan. Seperti dilansir almasryalyoum, Rabu (14/11), Netanyahu mengatakan  negaranya sedang menghadapi tantangan  baru di Suriah dengan menguatnya jihad global di Suriah yang anti Israel. “Jatuhnya  rezim Suriah ke tangan kekuatan baru ekstrim yang anti Israel akan mengancam Israel. Kami sedang mempersiapkan diri menghadapinya,” tegas Netanyahu.
“Netanyahu kemudian membuktikan itu dengan melancarkan serangan mematikan sejak Rabu (14/11) terhadap Gaza,” beber DPP Hizbut Tahrir Indonesia tersebut.


Daftar pustaka


0 komentar:

Post a Comment

terima