03 December, 2012

ARTIS BALIGHO

Popularitas menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupan demokrasi, terutama pada saat masa-masa pemilu. Karena dalam demokrasi yang diperhitungkan itu adalah jumlah kepala tanpa melihat isi kepalanya. Jadi wajar pula jika dalam negara ini yang bersistem demokrasi, halal dan haram yang telah ditentukan oleh Allah masih diperdebatkan, batasan aurat yang tadinya sudah jelas dikaburkan oleh mereka, keharaman minuman keras dihalalkan oleh mereka, perzinahan pun dilegalkan oleh mereka dan masih banyak fakta serupa. Dan yang menjadi rujukan perdebatan ini bukan kepada yang Maha Benar melainkan pada suara mayoritas (sebut: voting #katanyasuararakyat). Sehingga dalam sistem tersebut pun dikenal statement “suara rakyat adalah suara Tuhan”. Pertanyaannya Tuhan yang mana? Justru yang terjadi adalah suara rakyat itulah yang menafyikan suara Tuhan. Statement bodoh, ga logis, ngaco, menyombongkan diri dihadapan Tuhan, seakan suaranya lebih baik dari pada Tuhan.

Kembali lagi pada kalimat awal, terkait popularitas. Terkait jumlah kepala. Hari ini, orang yang turut memikirkan perpolitikan negara ini dalam konteks semua warga negara bisa dikatakan minoritas itu pun beragam ada yang berpikir benar dan ingin membenarkan, adapula yang benar-benar ngawur-ngeblinger. Lalu dimana posisi yang mayoritasnya?. Mereka itulah yang mungkin beragam pula, ada yang tergantung keuntungan baginya, ada yang tergantung kenalnya kemana, ada yang tergantung ramenya opini, ada pula yang acuh, pasrah, terserah bahkan ada juga yang ada-ada aja.

Bagaimana mereka mau memilih calon, kalo mereka ga kenal sama calonnya. Maka wajib hukumnya dalam sistem ini untuk memperkenalkan diri, bahkan kalo menurut saya (melihat fakta) lebih tepatnya memoles diri, menipu rakyat, menghasut rakyat, agar bisa dikenal, dipercaya rakyat. (dengan berbagai macam tujuan #katanya baik tapi... ternyata juga fakta yang ada baiknya pun bukan untuk rakyat umum tapi rakyat khusus (yaitu dirinya, keluarganya, partainya, yang kata mereka -tapi bukan mulut yang ngomong- “cukuplah diwakilkan”). Sehingga dilapangan berlaku hukum Tujuan yang baik itu menghalalkan segala cara. Hukum geblek.

Beramai-ramai para calon itu menjadi artis, yang paling standar itu ya menjadi artis baligho. –kalo punya duit banyak- setiap ruas jalan, setiap sudut kota, setiap pintu gerbang pemakaman, setiap kecamatan, desa harus ada balighonya. Rada naik tingkat, pake iklan di koran, setiap hari halaman depan. Kelas kakap mainnya sudah merambah dunia per-TV-an. Bagaikan sebuah barang yang masih tak terjual, habis-habisanlah dia terus promosi barangnya. Implikasinya duit deui, duit deui. Jangan mimpi orang miskin ingin jadi presiden ato gubernur dll. Tunggu aja nanti dikasih duit juga kok, asal ...

Harga yang mahal menjadi ciri dari pesta demokrasi ini. Untuk pemilihan Gubernur Jawa Barat yang digabung dengan pemilihan Kepala Daerah Kab. Sumedang, Kota Cirebon dan Kota Sukabumi pada tanggal 24 Februari 2013 mendatang saja menghabiskan anggaran Rp 1,047 triliun, belum termasuk jika terjadi pemilihan putaran kedua. (LENSAINDONESIA.COM).

Selain mahal, syarat akan penipuan pun jadi kebiasaan klasik di dalamnya. Sebagai contoh, kasus DPT fiktif di daerah Karanganyar, Solo, terdapat 302.000 suara yang sudah tercontreng. Pencopotan Kapolda Jatim juga mengindikasikan adanya upaya terorganisir untuk memanipulasi pemilu (Tangerang Online, 2009).

Huh, inilah demokrasi.

Ini bukan hanya masalah rezim yang bermasalah, tapi berakar dari sistem yang bermasalah. Entah darimana asalnya yang menyatakan demokrasi berasal dari islam, sesuai dengan islam. Pitnah itu.! Bohong itu!

Dalam Islam kedaulatan itu bukan ditangan rakyat tapi di tangan Tuhan. Yang berhak membuat hukum itu hanya Tuhan bukan rakyat.

Maka pergantian rezim beserta sistem adalah satu-satunya SOLUSI.

Membayangkan jika (sebut saja 80% rakyat Indonesia) tidak ikut serta dalam pesta demokrasi ini. (vulgarnya: GOLPUT) dan mayoritas disana menginginkan pergantian rezim dan sistem. Maka goyah lah Indonesia ini. Dalam kondisi tersebut kita senantiasa berdoa nashrulloh itu akan turun, yaitu tegaknya sistem Islam yang menerapkan syariah islam secara total, dalam bentuk KHILAFAH ISLAM.

#setiap pilihan itu akan dipertanggungjawabkan, termasuk memilih pemimpin yang akan melaksanakan sistem demokrasi, sistem yang bertentangan dengan islam itupun akan dipertanggungjawabkan. Tentu adalah sebuah pilihan, tidak memilih itu. dengan dasar bukan itu, bukan itu yang kami pilih. Kami memilih surga-Nya dengan melaksanakan segala (bukan sebagian-sebagian, bukan hanya sebatas individu) perintahNya dan menjauhi segala (bukan sebagian-sebagian, bukan hanya sebatas individu)  laranganNya.

#SAMBUT KHILAFAH DENGAN PERJUANGAN


0 komentar:

Post a Comment

terima